Oleh
:
Pada
saat berdiskusi dengan teman-teman pelaku pemberdayaan yang mengelola
kegiatan dana bergulir untuk masyarakat miskin, ada pembicaraan yang
menarik antara lain yaitu mengenai jaminan (borg). Program ini
tidak menerapkan jaminan (collateral) sebagaimana lembaga
keuangan pemerintah maupun swasta. Contohnya pada bidang perbankan
yang berlaku di Indonesia saat ini.
Jaminan
yang dipakai dalam pengelolaan dana bergulir (simpan pinjam
perempuan) adalah tanggung renteng. Tanggung renteng bukan berupa
surat berharga yang bisa di likuidkan, melainkan kegotongroyongan
kelompok masyarakat miskin yang nir asset. Mereka selama ini
dinyatakan sebagai kelompok yang tidak layak masuk bank (not bank
able).
Pemerintah
melakukan program khusus untuk mengurangi angka kemiskinan pada
lapisan masyarakat paling bawah (level pertama) melalui Bantuan
Langsung Tunai (BLT) yang diharapkan dapat berkembang meningkatkan
penghasilannya sehingga dapat menurunkan derajat kemiskinannya pada
level diatasnya. Pada level kedua ini adalah masyarakat miskin yang
memiliki modal terbatas dan memiliki usaha yang dapat dikembangkan.
Program yang menjadi sasarannya adalah Bantuan Langsung Masarakat
(BLM). Untuk level ke dua ini banyak kegiatan yang digulirkan,
seperti; PNPM Mandiri dengan berbagai varian yang dikelola oleh
beberapa kementerian, misalnya Kementerian Dalam Negeri dengan PNPM
Mandiri Perdesaan atau Kementerian Pertanian dengan PNPM Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaaan (PUAP). Harapan dari program pada level
kedua ini adalah dapat menurunkan derajat kemiskinan ke level ketiga,
sehingga mereka dapat mulai mengakses pinjaman melalui perbankan
bersubsidi dari pemerintah seperti KUR (Kredit Usaha Rakyat).
Pengelolaan
kegiatan dana bergulir atau simpan pinjam diterapkan tanpa agunan,
karena masyarakat pada level ini masih pada kodisi level miskin.
Agunan yang dipakai adalah tanggung renteng. Timbul pertnyaan, lalu
implementasinya seperti apa? Apakah dalam tatakelolanya sudah
berhasil?
Pada
kenyataannya dalam pengelolaan kegiatan dana bergulir (simpan pinjam)
tunggakan banyak terjadi, bahkan angakanya cukup tinggi dan sangat
memperihatinkan. Umumnya tunggakan disebabkkan karena ketidakmampuan
membayar anggota simpan pinjam, gagal dalam usaha, dan yang sangat
memperihatinkan yaitu terjadinya penyalahgunaan oleh pengelola itu
sendiri. Akhirnya, tindakan penyelamatan kredit dengan menerapkan
agunan pengganti senilai sisa pinjaman yang harus dibayar menjadi
masalah yang semakin merumitkan didalam pengelolaan dan kesinambungan
dana bergulir. Akibanya proses pemberdayaan yang bertujuan
mengentaskan kemiskinan berakhir pada menambah kemiskinan karena
hilangnya aset mereka yang dilelang karena tidak mampu membayar.
Semangat gotong royong di awal program menjadi permusuhan di
penghujung program, akibat penanganan tunggakan yang tidak sesuai
dengan permsalahan yang dihadapi masyarakat. Lalu apa yang salah?
Diskusi
dilanjutkan dengan memperdalam makna tanggung renteng. Ada beberapa
makna yang dikemukaakan dalam diskusi diantaranya, tanggung renteng
adalah menanggung resiko hutang apabila ada salah satu anggota yang
tidak membayar. Pemahaman tanggung renteng disini sangat tidak
rasional, karena tidak mungkin orang lain mau menanggung hutang pihak
lainnya kecuali dia masih dalam satu keluarga, karena dia sebagai
ahli waris.
Dalam
hukum alam, bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini didasarkan
pada hukum sebab akibat. Tunggakan merupakan akibat dari sebab yang
bermacam-macam faktor. Sehingga kita perlu mendefinisikan kembali
makna tanggung renteng pada sisi sebab dari hukum sebab-akibat
(causalitas). Oleh karena itu, hal ini penting dibahas bersama
sebagai bagian dari mitigasi resiko pengelolaan dana bergulir.
Tanggung renteng harus difahami sebagai proses seleksi anggota
kelompok yang baik, dan harus diterapkan pengambilan keputusan
kelompok.
Dari
awal, kelompok yang terbangun tidak termotivasi dengan adanya uang.
Akan tetapi pada niatan yang baik untuk suatu visi (cita-cita) yang
mulia dalam menambah penghasilan keluarga, yang umum bagi rumah
tangga miskin digunakan untuk membiyai pendidikan anak-anaknya. Sebab
pendidikan yang baik (tinggi) dapat memutus mata rantai kemiskinan.
Oleh karena itu dalam memilih mitra berusaha dalam kelompok harus
orang-orang yang memiliki mental yang baik, jangan mereka yang
memiliki mental “pengemplang” sehingga dikemudian hari dapat
menyusahkan kelompok. Inilah awal dari tanggung renteng yang kami
maksudkan.
Tanggung
renteng pada tahapan berikutnya adalah adanya saling mengingatkan dan
saling membantu. Untuk dapat melakukan tindakan ini maka diperlukan
pertemuan rutin yang terprogram. Melalui pertemuan rutin perkembangan
masing-masing anggota kelompok dapat terpantau. Persoalan yang
dihadapi baik keluarga maupun usaha dapat dipecahkan bersama dalam
kelompok. Peroses saling membantu dan saling mengingatkan akan
berjalan. Ketika ada yang mengalami kesulitan dalam menjalankan usaha
atau ada musibah yang menimpa suatu keluarga anggota kelompok, maka
secara besama-sama bergotong royong meringankan beban keluarga
tersebut. Inilah yang disebut dengan “asuransi sosial”. Asuransi
sosial inilah yang pada hakekatnya merupakan taggung renteng yang
kedua. Dimana pada bagian ini proses “menanggung hutang” dapat
terjadi yang dimaknai bantuan bersama dari kelompok untuk meringakan
beban anggota ketika terjadi musibah. Tetapi sifatnya adalah
sementara, sebab ketika beban musibah terlewati maka anggota tersebut
wajib mengembalikan sejumlah bantuan dari kelomok, karena ada anggota
yang lain nanti akan memanfaatkannya.
Umumnya
dana “Asuransi Sosial” dihimpun melalui simpanan yang dilakukan
setiap pertemuan kelompok. Sehingga ketika klaim terjadi pada saat
ada yang mengalami musibah, dana “asuransi sosial” siap
dimanfaatkan.
Jika
konsep tanggung renteng ini diterapkan oleh anggota kelompok simpan
pinjam, saya berkeyakinan konsemp tanggung renteng ini adalah hal
yang sederhana, sebab ibu-ibu pegiat arisan sudah sering
melakukanya. Namun demikian tinggal lagi bagaimana hal ini
menerapkannya di dalam kelompok simpan pinjam.
Dengan
demikian apabila proses tanggung renteng ini kita fahami dalam
definisi yang benar, maka tidak akan terjadi proses pemiskinan
kembali dalam program pemberdayaan. Sebuah kelompok yang memiliki
semangat mewujudkan visi mengentaskan kemiskinan dengan didukung
dengan struktur kelembagaan yang kuat akan terwujud. Bukan tidak
mungkin produktivitas usaha akan membaik sehingga visi menyekolahkan
anak setinggi-tingginya bagi keluarga miskin untuk memutus mata
rantai kemiskinan dapat menjadi kenyataan. Semoga. Bangga Membangun
Desa.
Tais, 12
November 2014.
*Faskab
Perguliran dan Pengembangan Usaha Kabupaten Seluma Provinsi Bengulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar